Legenda Banyuwangi
Pada zaman dahulu, ada kerajaan besar di ujung timur pulau Jawa. Raja yang adil dan bijaksana mejadi pemimpin kerajaan tersebut. Raja tersebut mempunyai seorang putera yang bernama Raden Banterang. Ia mempunyai kegemaran berburu. “Pengawal, hari ini aku ingin pergi untuk berburu di hutan. Siapkan peralatan untuk berburu”, kata Raden Banterang memberi perintah kepada pengawal. “Siap Raden”, para pengawal segera mempersiapkan peralatan. Setelah peralatan sudah siap. Raden Banterang dan pengawal bergegas menuju hutan.
“Kijang itu besar sekali. Ayo kita kejar” dengan dirundung
nafsu yang membara Raden Banterang tidak sadar jika dia telah masuk ke hutan
terlalu dalam. “Mana kijang itu tadi. Sial, dia sudah menghilang”. Ditengah-tengah
kebingungannya, Raden Banterang melihat sosok wanita cantik.
“Siapa kamu? Mengapa kamu berada di hutan dan sendirian
seperti ini?”
“Namaku Surati. Aku dari kerajaan Klungkung. Ayahku terbunuh
ketika terjadi perang. Lalu aku kabur karena dikejar oleh musuh. Syukurlah aku
bisa lolos dari kejaran tersebut.” kata gadis itu.
“Namun karena aku kabur sendirian. Jadi aku terpisah dari
keluargaku yang lainnya. sampai saat ini aku belum tahu bagaimana keadaan kakak
dan ibuku.” Tambah Surati.
Setelah mendengar cerita dari Surati, Raden Banterang
mengajak dia pulang ke rumahnya. Tepatnya di istana kerjaan. Setelah beberapa
waktu, mereka saling jatuh cinta. Dan atas restu orang tua Raden Banterang, mereka
menikah.
Ketika Surati berada di rumah sendirian. Tiba-tiba seorang
laki-laki datang dengan pakaian compang-camping.
“Hei, Surati!!!” Laki-laki itu berteriak dari luar rumah
Surati.
“Iya, sebentar. Ini lagi membuka pintu”
“Masih ingatkah kamu dengan aku Suarati?”
“Ya Tuhan, Kakak” Surati baru menyadari jika laki-laki itu
adalah Rupaksa, kakak kandungnya.
Setelah itu Surati mempersilahkan Rupaksa masuk kedalam
rumah untuk berbincang-bincang. Salah satunya, Surati menceritakan soal pernikahannya
dengan Raden Banterang. Spontan, Rupaksa tersulut api amarah gara-gara hal itu.
Karena yang membunuh ayah dari Surati dan Rupaksa adalah Raden Banterang.
“Simpan ikat kepala ini di bawah tempat tidurmu. Ini sebagai
kenang-kenangan dari diriku. Aku pamit dulu” Rupaksa lantas pergi dengan
perkataan itu
“Tapi kak, baiklah. Hati-hati” dengan sedikit was was Surati
kembali ke rumah dan menaruh ikat kepala di bawah tempat tidur.
Esok hari, Rupaksa dengan pakaian compang-campingnya
berlagak sebagi pengemis menemui Raden Banterang. Dengan pertemuan itu Rupaksa
bercerita mengada-ada mengenai Surati.
“Raden, keselamatan anda terancam. Istri Tuan merencanakan
sesuatu untuk membunuh Tuan. Coba Tuan periksa dibawah tempat tidurnya terdapat
ikat kepala. Yang tak lain dan tidak salah ikat kepala itu milik lelaki
pembunuh bayaran yang diminta tolong untuk membunuh Tuan”
“Ngawur kamu. Pergi sana, jangan mengacau kamu disini”
dengan perasan kesal Raden Banterang mengusir pengemis itu.
Perasaan Raden Banterang menjadi gelisah setelah diceritakan
hal seperti itu oleh pengemis tadi. Segera Raden Banterang memeriksa tempat
tidur. Alhasil, Raden Banterang mendapati ikat kepala dibawah tempat tidur.
“Ini apa Surati? Kau mempunyai niat jahat kepadaku kan?”
dengan perasaan hati tidak tenang, Raden Banterang membentak Surati.
“Demi apapun Kakanda, Suarati tidak mempunyai niat jahat
apapun terhadap Kakanda. Aku rela mengorbankan apapun demi keselamatan Kakanda.
Bahkan nyawa ini.” Surati mencoba mejelaskan
Namun penjelasan dari Surati tidak didengarkan oleh Raden
Banterang. Dengan begitu, Raden Banterang membawa Surati ke sebuah sungai
besar. Raden Banterang berniat untuk menenggelamkan Surati.
“Sebelum Kakanda membunuh Surati di sungai ini, Kakanda
harus ingat ini. Apabila air disungai ini menjadi kotor dan keruh serta berbau
itu pertanda bahwa Adinda bersalah. Namun apabila air sungai ini menjadi bening
dan harum itu pertanda bahwa Adinda tidak bersalah.”
Tanpa menghiraukan omongan Surati, Raden banterang menghunuskan
kerisnya ke tubuh Surati. Bersamaan itu pula Surati melompat ke dalam sungai.
Tidak berapa lama, air sungai menjadi bening dan harum.
Sadar akan kecerobohannya tadi, Raden Banterang sangat menyesal. Dimulai dari
saat itu, tempat disekitar sungai dikenal menjadi Banyuwangi.
***
Dari cerita legenda Banyuwangi
diatas dapat kita ambil pelajaran bahwa dalam kehidupan ini tidak boleh
bertindak ceroboh dalam mengambil sebuah keputusan. Jangan pernah mengambil
keputusan ketika saat itu ada amarah yang membarenginya. Alhasil, kepututusan
akan menjadi tidak bijak dan akan menjadikan sebah penyesalan di bagian
akhirnya. Lalu, apabila kita melihat dari sisi Surati kita harus menjadi
seorang yang jujur. Walaupun kejujuran itu terkadang pahit, namun akan menjadi
sebuah ketenangan tersendiri didalam hati si pelaku. Mengadu domba antar sesama
merupakan hal yang tercela, seperti yang dilakukan oleh Rupaksa. Hal itu sangat
tidak terpuji dan wajib dihindari disetiap elemen kehidupan. Mengadu domba
seperti itu akan menimbulkan disintegrasi sosial. Dengan begitu kehidupan yang tata
tentrem kerta raharja tidak akan pernah terwujud.
Dengan menghindari
perilaku tercela dan meneladani perilaku yang terpuji seperti cerita diatas,
insyaAllah akan kita dapat menjadi pribadi yang bermoral dan mendapatkan
barokah dalam kehidupan yang berada dalam dunia fana ini.
0 komentar:
Posting Komentar