Ads 468x60px

Pages

Jumat, 04 September 2015

Resensi Buku Udah Putusin Aja



Ketika Cinta Diartikan dengan Salah Kaprah

Judul                   : Udah Putusin Aja
Penulis                : Felix Y. Siauw
Visual                 : Emeralda Noor Achni
Penerbit              : Alfatih Press
ISBN                  : 9786021799758
Tahun terbit        : 2015
Cetakan ke-        : III, Juni 2015
Jumlah Hlm       : 180

    Apa yang berada dipikiran kalian jika mendengar kata “putus”? Pacaran kah? Yap, sebagian besar dari kita pasti berpikiran seperti itu ketika mendengar katanya. Pacaran merupakan ekspresi cinta yang merupakan bentukan dari nafsu jiwa yang agaknya belum siap untuk menikah. Banyak kalangan muda memperjuangkan hubungan yang tidak jelas tujuannya. Alhasil, tidak sedikit pula kalangan tersebut yang menyesal akibat perbuatan-perbuatan berbau zina serta menjerumuskan ke jalan neraka.

Felix Y. Siaw; merupakan Islamic Inspirator. Menggunakan media sosial sebagai salah satu media dakwah. Dia berhasil menyebarluaskan materi dakwah seperti twitter dan facebook. Felix adalah seorang mualaf. Sungguh luar biasa, dia mendapat hidayah lewat Al-quran yang merupakan kalamullah. Ringkasan dari ilmu yang terjaga di Lauf Mahfuzh. Maha Suci Allah Tuhan semesta alam.

Merambah ke dunia sastra, Felix menghasilkan sebuah buah tangan yang berjudul ‘Udah Putusin Aja’. Mengkritisi hubungan remaja, buku ini berjudul Udah Putusin Aja bukan tanpa alasan. Pasalnya, mayoritas orang melakukan aktivitas pacaran merupakan orang yang belum siap menikah. Bahkan anak yang masih berseregamkan merah putih sudah mengenal istilah “pacaran” terlebih sudah menjalaninya. Jika seperti ini yang ada, bagaimana membicarakan masalah pernikahan kepada mereka? Maka dengan judul Udah Nikahan Aja atau Yuk Nikah merupakan masalah yang berbeda.

Diawali dengan masalah realita cinta yang sudah diartikan salah kaprah dalam pacaran, penulis mengajak kita untuk memahami lagi hakikat cinta yang menjadi fitrah manusia. Cinta itulah yang memanusiakan manusia. Sekarang siapa yang menjadikan rasa cinta tersebut? Allah-lah yang menjadikan rasa cinta anatara jenis yang berlawanan, sama seperti Allah jadikan rasa cinta terhadap manusia terhadap apapun yang diinginkan didunia.

Semakin dibaca, semakin menenangkan hati. Tidak hanya ajakan untuk putus saja dan alasan mengapa pacaran dalam islam harus dihindari namun menghindari galau yang tidak menengankan hati juga diberikan dalam buku yang insyaAllah barokah.

Tidak ada istilah pacaran dalam islam. Rasulullah melarang segala jenis khalwar yang bukan mahram. Termasuk pacaran. Walaupun beda daerah, beda kota, dan beda negara pacaran tetap pacaran. Dosa akibat zina hati tersebut akan tetap mengalir serta dibarengi semakin bertumbuhnya nafsu yang tidak sehat tersebut.

Ketika ada yang berbicara “Kan pacarannya nggak ngapa-ngapain?” Hubunggannya aja dosa, ongkosnya sia-sia. Ada yang berkata jika pacaran itu dapat membawa dampak positif? Positif hamil maksudnya? Tidak ada faedah dalam segala bentuk pacaran. Ibadah yang seharusnya sampai kepada Allah dengan lancar bisa terhalang gara-gara zina yang merusak setiap akhlaq mulia dalam insan manusia.

Keunikan dalam buku ini adalah visualisasinya imbang dengan pokok masalah yang dibahas. Selain itu, ada seperti bentuk jawaban atas pernyataan-pernyataan umum tentang pacaran.
            Lelaki terhormat takkan pertaruhkan kehormatan wanita
Dia melindunginya dengan menundukkan pandangan atau mengambilnya dengan pernikahan.
Penulis membawakan pembahasan dengan gaya bahasa yang ringan dan cocok dengan kaum muda. Dengan menyetarakan tingkat bahasanya, pembaca dengan mudah meresapi nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam dakwah tersebut. Berbicara harga dan kualitas dapat dikatan sebanding. Visuliasasi yang meriah menjadikan pembaca akan terus merasa tertarik untuk membaca.

     Kekurangan dari buku ini lebih mengarah kepada sampul buku serta pemilihan warna pink yang menjadikan kesan feminim dan dikhususkan untuk wanita. Sampul dengan warna cerah seperti itu juga mempermudah buku terlihat kotor.

Kamis, 14 Mei 2015

Cerita Rakyat Populer Legenda Banyuwangi



Legenda Banyuwangi

Pada zaman dahulu, ada kerajaan besar di ujung timur pulau Jawa. Raja yang adil dan bijaksana mejadi pemimpin kerajaan tersebut. Raja tersebut mempunyai seorang putera yang bernama Raden Banterang. Ia mempunyai kegemaran berburu. “Pengawal, hari ini aku ingin pergi untuk berburu di hutan. Siapkan peralatan untuk berburu”, kata Raden Banterang memberi perintah kepada pengawal. “Siap Raden”, para pengawal segera mempersiapkan peralatan.  Setelah peralatan sudah siap. Raden Banterang dan pengawal bergegas menuju hutan.

“Kijang itu besar sekali. Ayo kita kejar” dengan dirundung nafsu yang membara Raden Banterang tidak sadar jika dia telah masuk ke hutan terlalu dalam. “Mana kijang itu tadi. Sial, dia sudah menghilang”. Ditengah-tengah kebingungannya, Raden Banterang melihat sosok wanita cantik.

“Siapa kamu? Mengapa kamu berada di hutan dan sendirian seperti ini?”
“Namaku Surati. Aku dari kerajaan Klungkung. Ayahku terbunuh ketika terjadi perang. Lalu aku kabur karena dikejar oleh musuh. Syukurlah aku bisa lolos dari kejaran tersebut.” kata gadis itu.
“Namun karena aku kabur sendirian. Jadi aku terpisah dari keluargaku yang lainnya. sampai saat ini aku belum tahu bagaimana keadaan kakak dan ibuku.” Tambah Surati.
Setelah mendengar cerita dari Surati, Raden Banterang mengajak dia pulang ke rumahnya. Tepatnya di istana kerjaan. Setelah beberapa waktu, mereka saling jatuh cinta. Dan atas restu orang tua Raden Banterang, mereka menikah.

Ketika Surati berada di rumah sendirian. Tiba-tiba seorang laki-laki datang dengan pakaian compang-camping.
“Hei, Surati!!!” Laki-laki itu berteriak dari luar rumah Surati.
“Iya, sebentar. Ini lagi membuka pintu”
“Masih ingatkah kamu dengan aku Suarati?”
“Ya Tuhan, Kakak” Surati baru menyadari jika laki-laki itu adalah Rupaksa, kakak kandungnya.
Setelah itu Surati mempersilahkan Rupaksa masuk kedalam rumah untuk berbincang-bincang. Salah satunya, Surati menceritakan soal pernikahannya dengan Raden Banterang. Spontan, Rupaksa tersulut api amarah gara-gara hal itu. Karena yang membunuh ayah dari Surati dan Rupaksa adalah Raden Banterang.
“Simpan ikat kepala ini di bawah tempat tidurmu. Ini sebagai kenang-kenangan dari diriku. Aku pamit dulu” Rupaksa lantas pergi dengan perkataan itu
“Tapi kak, baiklah. Hati-hati” dengan sedikit was was Surati kembali ke rumah dan menaruh ikat kepala di bawah tempat tidur.

Esok hari, Rupaksa dengan pakaian compang-campingnya berlagak sebagi pengemis menemui Raden Banterang. Dengan pertemuan itu Rupaksa bercerita mengada-ada mengenai Surati.
“Raden, keselamatan anda terancam. Istri Tuan merencanakan sesuatu untuk membunuh Tuan. Coba Tuan periksa dibawah tempat tidurnya terdapat ikat kepala. Yang tak lain dan tidak salah ikat kepala itu milik lelaki pembunuh bayaran yang diminta tolong untuk membunuh Tuan”
“Ngawur kamu. Pergi sana, jangan mengacau kamu disini” dengan perasan kesal Raden Banterang mengusir pengemis itu.

Perasaan Raden Banterang menjadi gelisah setelah diceritakan hal seperti itu oleh pengemis tadi. Segera Raden Banterang memeriksa tempat tidur. Alhasil, Raden Banterang mendapati ikat kepala dibawah tempat tidur.
“Ini apa Surati? Kau mempunyai niat jahat kepadaku kan?” dengan perasaan hati tidak tenang, Raden Banterang membentak Surati.
“Demi apapun Kakanda, Suarati tidak mempunyai niat jahat apapun terhadap Kakanda. Aku rela mengorbankan apapun demi keselamatan Kakanda. Bahkan nyawa ini.” Surati mencoba mejelaskan
Namun penjelasan dari Surati tidak didengarkan oleh Raden Banterang. Dengan begitu, Raden Banterang membawa Surati ke sebuah sungai besar. Raden Banterang berniat untuk menenggelamkan Surati.

“Sebelum Kakanda membunuh Surati di sungai ini, Kakanda harus ingat ini. Apabila air disungai ini menjadi kotor dan keruh serta berbau itu pertanda bahwa Adinda bersalah. Namun apabila air sungai ini menjadi bening dan harum itu pertanda bahwa Adinda tidak bersalah.”
Tanpa menghiraukan omongan Surati, Raden banterang menghunuskan kerisnya ke tubuh Surati. Bersamaan itu pula Surati melompat ke dalam sungai.
Tidak berapa lama, air sungai menjadi bening dan harum. Sadar akan kecerobohannya tadi, Raden Banterang sangat menyesal. Dimulai dari saat itu, tempat disekitar sungai dikenal menjadi Banyuwangi.

***
Dari cerita legenda Banyuwangi diatas dapat kita ambil pelajaran bahwa dalam kehidupan ini tidak boleh bertindak ceroboh dalam mengambil sebuah keputusan. Jangan pernah mengambil keputusan ketika saat itu ada amarah yang membarenginya. Alhasil, kepututusan akan menjadi tidak bijak dan akan menjadikan sebah penyesalan di bagian akhirnya. Lalu, apabila kita melihat dari sisi Surati kita harus menjadi seorang yang jujur. Walaupun kejujuran itu terkadang pahit, namun akan menjadi sebuah ketenangan tersendiri didalam hati si pelaku. Mengadu domba antar sesama merupakan hal yang tercela, seperti yang dilakukan oleh Rupaksa. Hal itu sangat tidak terpuji dan wajib dihindari disetiap elemen kehidupan. Mengadu domba seperti itu akan menimbulkan disintegrasi sosial. Dengan begitu kehidupan yang tata tentrem kerta raharja tidak akan pernah terwujud.
Dengan menghindari perilaku tercela dan meneladani perilaku yang terpuji seperti cerita diatas, insyaAllah akan kita dapat menjadi pribadi yang bermoral dan mendapatkan barokah dalam kehidupan yang berada dalam dunia fana ini.

Jumat, 24 April 2015

Cerpen Bahasa Indonesia Terbaru Peperangan dan Persahabatan



ANGGAPAN ITU... AH NYARIS SEMPURNA
                                                                        Farid Aan Maulana Bajuri


                 Setelah mencuci pakaian kotorku, aku menjermurnya di bawah terik sang surya yang sangat mendukung aktivitas hari ini. Lumpur yang menempel pada tiap-tiap permukaan kecil kain membuatku sedikit sulit untuk bisa mengembalikan warna putih baju latihanku. Pada zamanku ini memang kemajuan teknologi belum berkembang pesat di berbagai bidang. Untuk mencuci saja kami harus menggunakan campuran daun-daun hijau yang berasal dari hutan sebelah perkampunganku yang bisa dikatakan masih belum terjamah sepenuhnya oleh manusia.

            Perkenalkan namaku Gakido Araa. Keluarga dan orang-orang sekitarku biasa memanggil Garaa. Darah klan Araa mengalir dalam tiap-tiap pembuluh nadi dan venaku. Aku adalah anak pertama dari empat bersaudara. Kalau disebutkan menurut yang tertua ialah Aku sendiri, Kimoji, Hajime dan Saykoji. Aku tidak tahu alasan mengapa orangtuaku memberikan nama-nama tersebut kepada anak mereka. Sampai sekarang ketika aku bertanya tentang makna namaku dan saudaraku mereka menjawab jika aku harus menemukan makna itu dengan sendirinya.
            Ayahku adalah pemimpin dari klan Araa. Dengan begitu keluargaku pastinya mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat klan. Sebagai anak dari seorang pemimpin besar, aku mempunyai tanggung jawab besar dikemudian hari untuk meneruskan apa yang akan diwariskan oleh ayah terhadapaku yaitu kepemimpinan klan.
            Ada satu hal penting yang harus dilakukan ketika bertemu dengan orang baru. Entah itu berkenalan, menolong yang nantinya akan terjadi pemberitahuan nama maka jangan sampai memberikan nama klan. Hampir semua klan di tanah Sakura ini enggan memberitahukan nama darah keturunan mereka. Berbagai alasan menjadi tempat untuk sembunyi mengapa hal itu terjadi. Namun tempat yang nyaman untuk sembunyi itu adalah perang besar yang terjadi di masa lalu.
            Seperti yang aku tahu, ayahku memberitahuku mengapa perang besar antar klan itu terjadi. Faktor pertama ialah mereka tidak mau diperbudak antar klan lainnya. Kedua, klan-klan yang kuantitas manusianya besar ingin menjadi penakluk ulung tanah indah gugur sakura. Dua faktor penting itu yang menyebabkan perang besar yang menghancurkan bukan hanya daerah-daerah kekuasaan klan, namun mental-mental manusia yang hidup disekitarnya.
            Klan Araa sebagai salah satu klan besar mempunyai rival yang sangat kuat yaitu klan Doujuro. Kekuatan perangnya sebanding dengan kekuatan klan kami. Walaupun perang sudah usai, sampai saat ini hubungan antar kedua klan seperti malam. Terlihat damai namun sunyi. Bahkan orang tuaku melarang kami empat saudara untuk berhubungan dengan salah satu diantara mereka.
            Aku pun kembali ke ruang yang nyaman untuk beristirahat. Ruang yang dapat diibaratkan singgasana kehidupan. Ruang yang didapatinya ada hidup dan mati, lebih tepatnya tidur dan bangun tidur. Merebahkan badan di dalam tumpukan kapuk yang dibalut kain halus membuatku dapat menikmati kehidupan yang tidak abadi ini.
            “Garaa, kedepan sebentar nak. Ibu mau minta tolong nih” dengan suara keras Ibuku memanggilku. “Siap Bu, Garaa kebawah” jawabku yang mulai bangkit dari sekumpulan pulau kapuk. “Ada apa bu? Minta tolong apa?” tanyaku perlahan. “Kamu coba pergi ke pasar, belikan sebotol susu besar. Persediaan susu kita tinggal sebijih jagung nak” pinta Ibuku. “Yosh, siap laksanakan” dengan semangat aku memulai langkah keluar dari rumahku.
***
            Kali ini aku tidak mengajak adik-adikku untuk pergi latihan. Melainkan aku ingin pergi sendiri. Siapa tahu aku menemukan sesuatu yang baru yang bisa dibuat bahan untuk latihan. Dengan mengikuti gaya ninja, dada dan punggung diturunkan 90 derajat, tangan lurus kebelakang serta kepala menghadap kedepan. Aku berlari ke hutan.
            Aku memulai latihanku dengan mengeluarkan samurai dari tempat persembunyiannya dan mencoba mengibaskannya diantara pepohonan yang seakan bisu akan kehadiranku. Tidak lama kemudian, seorang laki-laki misterius melompat turun dari pohon dan berada tepat didepanku. Dengan badan yang setara denganku dan rambut sedikit mengikuti gaya landak , dia berkata, “ Sedang apa kau disini? “.
“Seperti biasa aku latihan setiap hari di daerah sekitar sini. Lalu apa yang kau kerjakan disini?” tanyaku balik.
“Aku bosan dengan keadaan desaku. Aku ingin mencari sesuatu yang baru di hutan ini” Jawabnya.
Yosh, kelihatannya aku bisa jadi sesuatu barumu itu. Namamu siapa? “ dengan senyum aku mengulurkan tanganku terhadapnya.
Sembari menjabat tanganku dia menjawab, “ Senju dari klan... um maaf. Maksudku, namamu siapa? “
“ Namaku Gakido. Tapi kau bisa memanggilku Garaa. Jadi di klanmu ada peraturan seperti itu ya? Sama dengan klanku Ju “ dengan sedikit gugup aku menjawabnya.
“ Ah, lupakan itu dulu. Oke Garaa, kita kelihatannya bisa jadi teman latihan. Besok datanglah kesini lagi. Tepat disaat matahari setinggi tombak. Menurutku itu waktu yang tepat untuk mengeluarkan energi yin yan dengan baik. Setuju? “ dengan mata terpejam dan senyum dia menjabat tangaku sekali lagi.
“ Pengetahuanmu tentang energi seperti itu terlihat bahwa kau orang yang hebat. Oke, setuju”
            Dari situlah Aku dan Senju sering bertemu bukan hanya untuk latihan namun terkadang berbagi cerita tentang impian masa depan. Tanpa menghiraukan asal usul klan kami berasal. Kami menjadi teman yang sangat akrab dan sudah dianggap menjadi saudara sendiri. Sampai sampai karena sudah dilanda candu asik ketika latihan, aku sering meninggalkan rumah tanpa izin dari Ayah atau Ibuku.
            Waktu untuk bersama adik-adikku pun berkurang banyak. Mau tidak mau, hal itu menimbulkan rasa curiga mereka terhadapku. Sampai suatu ketika aku dipanggil oleh Ayahku ke ruang pertemuan beliau yang biasa dipergunkan untuk tamu-tamunya.
“ Garaa, akhir-akhir ini kau bersikap tidak biasa. Apakah ada masalah sehingga kau sering meninggalkan rumah? “ dengan ratapan sedikit serius dan nada yang agak tinggi, beliau bertanya kepadaku.
“ Sebenarnya tidak ada masalah Ayah. Aku hanya ingin pergi untuk latihan sendiri dan mengasah kemampuan bertarungku” jawabku santai
“ Apakah hal itu dapat dipercaya Garaa? Jangan sampai ada udang dibalik batu. Waktumu untuk bersama adik-adikmu pun hampir tidak ada gara-gara hal itu. Pangkas waktumu berlatih diluar rumah. Atur lagi sebaik mungkin” tutur Ayahku yang sepertinya sedikit kesal dengan perilakuku.
“ Baik Ayah. Maafkan Garaa”
***
            Ketika aku selesai latihan bersama Senju, aku beristirahat dibawah pohon besar. Lebat daunnya membuat keringatku tidak tega untuk keluar dari tubuhku. Ditambah angin sepoi-sepoi yang membuat sejuk suasana. Senju melompat turun dari atas pohon dan membawakanku buah anggur. Entah dari mana dia mendapatkannya. Yang teperting saat ini adalah dapat membuat tenggorakan merasakan manis sari kandungan buah itu.
            Tiba-tiba ada seorang yang berbadan. Dengan menghunuskan tepat didepan mukaku yang masih terlihat capek dia berkata,
“ Kamu mata-mata dari klan Araa yang berniat membunuh salah satu dari anggota kami ini kan? “
“ Hei!!! Jaga omonganmu. Aku bukan orang yang seperti itu. Aku bahkan tidak tahu kalian dari klan mana“ balasku dengan nada tinggi.
“ Deisuki, hentikan. Dia itu temanku. Kau jangan bermain api dengannya “ Senju mencoba menghentikan obrolan.
“ Jadi kau ingin menghianati klan Doujuro. Kita tidak bisa memliki hubungan apapun terhadap klan Araa yang jelas-jelas musuh kita. Bunuh dia sekarang atau kau dianggap pengkhianat. Perang besar akan terjadi gara-gara hal sepele ini “ gertak Deisuki mengancam.
“ Aku tidak bisa Deisuki, dia temanku. Dan aku... “
“ Senju, cukup. Lebih baik kau membunuhku dan anggap masalah ini selesai. Aku tidak ingin kau dibenci oleh keluarga dan klanmu“ kataku dengan sedikit memohon.
“ Baiklah Garaa, aku tidak tahu setelah ini kita bertemu dengan keadaan yang seperti kemarin. Mungkin dengan kejadian ini Ayahku menyatakan perang terhadap klanmu. Sampai bertemu dimedan perang sahabat“ dengan kelihatan terpaksa Senju pergi dengan orang yang disebutnya dengan Deisuki tadi.
Aku hanya bisa memandangi jejaknya yang tengah disapu oleh tiap-tiap hembusan angin yang ditiupkan utusan Tuhan di bumi ini. Perasanku setelah Senju berkata seperti itu membuat tekad api yang berada dalam diriku tersulut. Aku merasakan ada sesuatu yang mendorongku untuk melampiaskan nafsu membunuh yang berada dalam jiwa yang dibungkus badan bangkai ini.
***
Mata sebelah kananku terasa sembab setelah terkena bagian belakang pegangan pedang salah satu anggota klan Doujuro. Sampai saat ini hanya mataku yang merasakan sakit akibat perang ini. Aku memutuskan mundur ke bagian garis belakang pasukan klan Araa. Aku mencoba berhenti sejenak. Mengistirahatkan jantung yang sedari tadi aku paksa untuk menyuplai cairan merah ke seluruh tubuhku demi menghabiskan anggota klan Doujuro di medan perang.
Sejak perang dimulai aku tidak melihat batang hidung Senju, kawan yang saat ini menjadi lawan akibat keserakahan keputusan para pemimpin klan. Aku ingin di ajang pertumpahan darah ini bertemu dengannya dan saling menghunuskan ujung pedang satu sama lain. Aku ingin perang ini menjadi pertemuan terakhirku dengannya. Aku menganggap persahabatan yang telah dibangun sebelumnya ini akan berakhir indah jika kita berdua bisa mati bersama. Inilah saat yang tepat untuk mewujudkan anggapan tersebut.
Aku mulai bangkit kembali dan menuju garis depan pasukan perang klan Araa. Dengan motivasi itu, aku mencoba mencari Senju di tengah-tengah perang. Tanganku tidak berhenti memainkan pedang samurai yang menari-nari dihadapan tubuh lawan-lawanku. Darah hangat yang keluar dari tiap-tiap anggota tubuh mereka menjadi bukti bahwa dunia ini dipenuhi dengan rasa ketidak puasan terhadap sesuatu hal. Terfokus dalam hal yang kualami sekarang adalah sesuatu akan kekuasaan.
Padang rumput luas hanya bisa diam dan bersikap acuh ketika melihat sisi tajamnya samurai mensudahi waktu hidupnya manusia. Akhirnya aku melihat Senju dengan pakaiannya yang serba merah.
“ Senju !!! Kemari dan lawanlah aku “ Aku berteriak dengan keras
“ Huh, akhirnya kau muncul juga Tsabaku no Garaa. Mari kita akhiri semua pecundang. Hyaaaaaa! “ balas Senju sembari berlari menuju ke arahku.
            Momen seperti inilah yang aku tunggu. Tidak tahu mengapa, hatiku merasa puas akan hal yang mungkin dianggap tidak waras bagi orang lain. Samurai yang menjadi aktor sampingan penyalur kekuatan terkadang memercikan api akibat gesekan hebat kekuatan kami berdua. Dengan sedikit mengecoh, Senju berhasil melukai tangan kiriku yang saat itu lengah akan respon menghindar dari sisi tajam samurai.
“ Sudah mulai pusing wahai kawanku? “ kata Senju terhadapku.
“ Lumayan juga bagi seorang yang lemah dari klan Dojuro. Masih ada yang lain? “ sambil memegang tangan kiriku yang bersimpuh darah, aku membalas ejekannya dengan senyum damai.
“ Heh, mulai berani bocah ingusan ini. Terima ini... “ pedangnya mulai menuju kearahku.
“ Jangan berharap kita akan bertemu lagi dunia ini Senju. Aaaaa “ Aku letakkan pedangku dihadapanku untuk mengkis serangannya.
            Aku mencoba terus untuk bisa setidaknya menyayat bagian tubuh yang sama seperti yang dilakukannya terhadap tangan kiriku. Kuarahkan samuraiku dari bawah perutku keatas menuju kepalanya. Dengan cepat kawanku itu menghindari seranganku tadi. Namun, sedikit bagian dada kanan dan pundaknya terkena pucuk besi panjang tipis yang tajam.
***

            Perang ini memang tidak kenal yang namanya waktu. Matahari mulai tergelincir kebawah namun pertumpahan darah ini belum ada habisnya. Aku dan Senju juga belum bisa mengakhiri adu pikiran dan kekuatan yang sedari tadi kami keluarkan untuk menghindar dari kekalahan. Aku masih mempunyai keinginan untuk bisa mewujudkan anggapanku tadi, anggapan indah ketika bisa menghunuskan dan saling menghilangkan kehidupan diantara kami berdua.
            Senju berhasil memotong dua jari tangan kananku. Namun dalam posisi ini aku masih tetap diuntungkan dengan berhasil melukai matanya. Aku sudah capek dengan semua gerak dan tarian samurai Senju yang mencoba mematikanku. Berbeda dengan kawan baikku, dia terlihat sangat menikmati pertarungan tunggal ini. Jelas terlihat diantara raut wajah yang menunjukkan raut tidak lelah dan sumringah. Aku mencoba mencari celah untuk bisa menancapkan boneka besi tajam tepat ke dadanya.
            “ Jrooot “ suara jantung yang robek akibat terkaman boneka besi tajamku itu. Darah segar mengalir keluar dari tubuhnya diiringi keringatku. Aku pikir dengan begitu Senju sudah tidak bisa bergerak, melakukan tarian samurainya lagi. Dugaanku salah kaprah, Dia memegang tanganku yang masih belum bergerak dari pegangan samurai. Pikiranku mendadak kosong. Aku jadi bingung apa yang telah Senju lakukan baru saja terhadapku. Tinggal cahaya laptopku saja yang tersisa di kamarku. Tidak terasa sudah dua jam aku membuat cerita ini. Jam menunjukkan 22.04 WIB, sudah pantas mataku untuk beristirahat. Setelah aku menyimpan data ceritaku, aku mematikan laptopku lalu menuju pulau kapuk dan bersiap meraih mimpi malam ini.