Ads 468x60px

Pages

Kamis, 14 Mei 2015

Cerita Rakyat Populer Legenda Banyuwangi



Legenda Banyuwangi

Pada zaman dahulu, ada kerajaan besar di ujung timur pulau Jawa. Raja yang adil dan bijaksana mejadi pemimpin kerajaan tersebut. Raja tersebut mempunyai seorang putera yang bernama Raden Banterang. Ia mempunyai kegemaran berburu. “Pengawal, hari ini aku ingin pergi untuk berburu di hutan. Siapkan peralatan untuk berburu”, kata Raden Banterang memberi perintah kepada pengawal. “Siap Raden”, para pengawal segera mempersiapkan peralatan.  Setelah peralatan sudah siap. Raden Banterang dan pengawal bergegas menuju hutan.

“Kijang itu besar sekali. Ayo kita kejar” dengan dirundung nafsu yang membara Raden Banterang tidak sadar jika dia telah masuk ke hutan terlalu dalam. “Mana kijang itu tadi. Sial, dia sudah menghilang”. Ditengah-tengah kebingungannya, Raden Banterang melihat sosok wanita cantik.

“Siapa kamu? Mengapa kamu berada di hutan dan sendirian seperti ini?”
“Namaku Surati. Aku dari kerajaan Klungkung. Ayahku terbunuh ketika terjadi perang. Lalu aku kabur karena dikejar oleh musuh. Syukurlah aku bisa lolos dari kejaran tersebut.” kata gadis itu.
“Namun karena aku kabur sendirian. Jadi aku terpisah dari keluargaku yang lainnya. sampai saat ini aku belum tahu bagaimana keadaan kakak dan ibuku.” Tambah Surati.
Setelah mendengar cerita dari Surati, Raden Banterang mengajak dia pulang ke rumahnya. Tepatnya di istana kerjaan. Setelah beberapa waktu, mereka saling jatuh cinta. Dan atas restu orang tua Raden Banterang, mereka menikah.

Ketika Surati berada di rumah sendirian. Tiba-tiba seorang laki-laki datang dengan pakaian compang-camping.
“Hei, Surati!!!” Laki-laki itu berteriak dari luar rumah Surati.
“Iya, sebentar. Ini lagi membuka pintu”
“Masih ingatkah kamu dengan aku Suarati?”
“Ya Tuhan, Kakak” Surati baru menyadari jika laki-laki itu adalah Rupaksa, kakak kandungnya.
Setelah itu Surati mempersilahkan Rupaksa masuk kedalam rumah untuk berbincang-bincang. Salah satunya, Surati menceritakan soal pernikahannya dengan Raden Banterang. Spontan, Rupaksa tersulut api amarah gara-gara hal itu. Karena yang membunuh ayah dari Surati dan Rupaksa adalah Raden Banterang.
“Simpan ikat kepala ini di bawah tempat tidurmu. Ini sebagai kenang-kenangan dari diriku. Aku pamit dulu” Rupaksa lantas pergi dengan perkataan itu
“Tapi kak, baiklah. Hati-hati” dengan sedikit was was Surati kembali ke rumah dan menaruh ikat kepala di bawah tempat tidur.

Esok hari, Rupaksa dengan pakaian compang-campingnya berlagak sebagi pengemis menemui Raden Banterang. Dengan pertemuan itu Rupaksa bercerita mengada-ada mengenai Surati.
“Raden, keselamatan anda terancam. Istri Tuan merencanakan sesuatu untuk membunuh Tuan. Coba Tuan periksa dibawah tempat tidurnya terdapat ikat kepala. Yang tak lain dan tidak salah ikat kepala itu milik lelaki pembunuh bayaran yang diminta tolong untuk membunuh Tuan”
“Ngawur kamu. Pergi sana, jangan mengacau kamu disini” dengan perasan kesal Raden Banterang mengusir pengemis itu.

Perasaan Raden Banterang menjadi gelisah setelah diceritakan hal seperti itu oleh pengemis tadi. Segera Raden Banterang memeriksa tempat tidur. Alhasil, Raden Banterang mendapati ikat kepala dibawah tempat tidur.
“Ini apa Surati? Kau mempunyai niat jahat kepadaku kan?” dengan perasaan hati tidak tenang, Raden Banterang membentak Surati.
“Demi apapun Kakanda, Suarati tidak mempunyai niat jahat apapun terhadap Kakanda. Aku rela mengorbankan apapun demi keselamatan Kakanda. Bahkan nyawa ini.” Surati mencoba mejelaskan
Namun penjelasan dari Surati tidak didengarkan oleh Raden Banterang. Dengan begitu, Raden Banterang membawa Surati ke sebuah sungai besar. Raden Banterang berniat untuk menenggelamkan Surati.

“Sebelum Kakanda membunuh Surati di sungai ini, Kakanda harus ingat ini. Apabila air disungai ini menjadi kotor dan keruh serta berbau itu pertanda bahwa Adinda bersalah. Namun apabila air sungai ini menjadi bening dan harum itu pertanda bahwa Adinda tidak bersalah.”
Tanpa menghiraukan omongan Surati, Raden banterang menghunuskan kerisnya ke tubuh Surati. Bersamaan itu pula Surati melompat ke dalam sungai.
Tidak berapa lama, air sungai menjadi bening dan harum. Sadar akan kecerobohannya tadi, Raden Banterang sangat menyesal. Dimulai dari saat itu, tempat disekitar sungai dikenal menjadi Banyuwangi.

***
Dari cerita legenda Banyuwangi diatas dapat kita ambil pelajaran bahwa dalam kehidupan ini tidak boleh bertindak ceroboh dalam mengambil sebuah keputusan. Jangan pernah mengambil keputusan ketika saat itu ada amarah yang membarenginya. Alhasil, kepututusan akan menjadi tidak bijak dan akan menjadikan sebah penyesalan di bagian akhirnya. Lalu, apabila kita melihat dari sisi Surati kita harus menjadi seorang yang jujur. Walaupun kejujuran itu terkadang pahit, namun akan menjadi sebuah ketenangan tersendiri didalam hati si pelaku. Mengadu domba antar sesama merupakan hal yang tercela, seperti yang dilakukan oleh Rupaksa. Hal itu sangat tidak terpuji dan wajib dihindari disetiap elemen kehidupan. Mengadu domba seperti itu akan menimbulkan disintegrasi sosial. Dengan begitu kehidupan yang tata tentrem kerta raharja tidak akan pernah terwujud.
Dengan menghindari perilaku tercela dan meneladani perilaku yang terpuji seperti cerita diatas, insyaAllah akan kita dapat menjadi pribadi yang bermoral dan mendapatkan barokah dalam kehidupan yang berada dalam dunia fana ini.