ANGGAPAN
ITU... AH NYARIS SEMPURNA
Farid Aan Maulana Bajuri
Setelah
mencuci pakaian kotorku, aku menjermurnya di bawah terik sang surya yang sangat
mendukung aktivitas hari ini. Lumpur yang menempel pada tiap-tiap permukaan
kecil kain membuatku sedikit sulit untuk bisa mengembalikan warna putih baju
latihanku. Pada zamanku ini memang kemajuan teknologi belum berkembang pesat di
berbagai bidang. Untuk mencuci saja kami harus menggunakan campuran daun-daun
hijau yang berasal dari hutan sebelah perkampunganku yang bisa dikatakan masih
belum terjamah sepenuhnya oleh manusia.
Perkenalkan namaku Gakido Araa.
Keluarga dan orang-orang sekitarku biasa memanggil Garaa. Darah klan Araa
mengalir dalam tiap-tiap pembuluh nadi dan venaku. Aku adalah anak pertama dari
empat bersaudara. Kalau disebutkan menurut yang tertua ialah Aku sendiri,
Kimoji, Hajime dan Saykoji. Aku tidak tahu alasan mengapa orangtuaku memberikan
nama-nama tersebut kepada anak mereka. Sampai sekarang ketika aku bertanya tentang
makna namaku dan saudaraku mereka menjawab jika aku harus menemukan makna itu
dengan sendirinya.
Ayahku adalah pemimpin dari klan
Araa. Dengan begitu keluargaku pastinya mendapatkan perhatian khusus dari
masyarakat klan. Sebagai anak dari seorang pemimpin besar, aku mempunyai
tanggung jawab besar dikemudian hari untuk meneruskan apa yang akan diwariskan
oleh ayah terhadapaku yaitu kepemimpinan klan.
Ada satu hal penting yang harus
dilakukan ketika bertemu dengan orang baru. Entah itu berkenalan, menolong yang
nantinya akan terjadi pemberitahuan nama maka jangan sampai memberikan nama
klan. Hampir semua klan di tanah Sakura ini enggan memberitahukan nama darah
keturunan mereka. Berbagai alasan menjadi tempat untuk sembunyi mengapa hal itu
terjadi. Namun tempat yang nyaman untuk sembunyi itu adalah perang besar yang
terjadi di masa lalu.
Seperti yang aku tahu, ayahku
memberitahuku mengapa perang besar antar klan itu terjadi. Faktor pertama ialah
mereka tidak mau diperbudak antar klan lainnya. Kedua, klan-klan yang kuantitas
manusianya besar ingin menjadi penakluk ulung tanah indah gugur sakura. Dua
faktor penting itu yang menyebabkan perang besar yang menghancurkan bukan hanya
daerah-daerah kekuasaan klan, namun mental-mental manusia yang hidup
disekitarnya.
Klan Araa sebagai salah satu klan
besar mempunyai rival yang sangat kuat yaitu klan Doujuro. Kekuatan perangnya
sebanding dengan kekuatan klan kami. Walaupun perang sudah usai, sampai saat
ini hubungan antar kedua klan seperti malam. Terlihat damai namun sunyi. Bahkan
orang tuaku melarang kami empat saudara untuk berhubungan dengan salah satu
diantara mereka.
Aku pun kembali ke ruang yang nyaman
untuk beristirahat. Ruang yang dapat diibaratkan singgasana kehidupan. Ruang
yang didapatinya ada hidup dan mati, lebih tepatnya tidur dan bangun tidur. Merebahkan
badan di dalam tumpukan kapuk yang dibalut kain halus membuatku dapat menikmati
kehidupan yang tidak abadi ini.
“Garaa, kedepan sebentar nak. Ibu
mau minta tolong nih” dengan suara keras Ibuku memanggilku. “Siap Bu, Garaa
kebawah” jawabku yang mulai bangkit dari sekumpulan pulau kapuk. “Ada apa bu?
Minta tolong apa?” tanyaku perlahan. “Kamu coba pergi ke pasar, belikan sebotol
susu besar. Persediaan susu kita tinggal sebijih jagung nak” pinta Ibuku.
“Yosh, siap laksanakan” dengan semangat aku memulai langkah keluar dari
rumahku.
***
Kali ini aku tidak mengajak
adik-adikku untuk pergi latihan. Melainkan aku ingin pergi sendiri. Siapa tahu
aku menemukan sesuatu yang baru yang bisa dibuat bahan untuk latihan. Dengan
mengikuti gaya ninja, dada dan punggung diturunkan 90 derajat, tangan lurus
kebelakang serta kepala menghadap kedepan. Aku berlari ke hutan.
Aku memulai latihanku dengan
mengeluarkan samurai dari tempat persembunyiannya dan mencoba mengibaskannya
diantara pepohonan yang seakan bisu akan kehadiranku. Tidak lama kemudian,
seorang laki-laki misterius melompat turun dari pohon dan berada tepat
didepanku. Dengan badan yang setara denganku dan rambut sedikit mengikuti gaya
landak , dia berkata, “ Sedang apa kau disini? “.
“Seperti
biasa aku latihan setiap hari di daerah sekitar sini. Lalu apa yang kau kerjakan
disini?” tanyaku balik.
“Aku
bosan dengan keadaan desaku. Aku ingin mencari sesuatu yang baru di hutan ini”
Jawabnya.
“
Yosh, kelihatannya aku bisa jadi sesuatu barumu itu. Namamu siapa? “
dengan senyum aku mengulurkan tanganku terhadapnya.
Sembari
menjabat tanganku dia menjawab, “ Senju dari klan... um maaf. Maksudku, namamu
siapa? “
“
Namaku Gakido. Tapi kau bisa memanggilku Garaa. Jadi di klanmu ada peraturan
seperti itu ya? Sama dengan klanku Ju “ dengan sedikit gugup aku menjawabnya.
“
Ah, lupakan itu dulu. Oke Garaa, kita kelihatannya bisa jadi teman latihan.
Besok datanglah kesini lagi. Tepat disaat matahari setinggi tombak. Menurutku
itu waktu yang tepat untuk mengeluarkan energi yin yan dengan baik. Setuju? “
dengan mata terpejam dan senyum dia menjabat tangaku sekali lagi.
“
Pengetahuanmu tentang energi seperti itu terlihat bahwa kau orang yang hebat.
Oke, setuju”
Dari situlah Aku dan Senju sering
bertemu bukan hanya untuk latihan namun terkadang berbagi cerita tentang impian
masa depan. Tanpa menghiraukan asal usul klan kami berasal. Kami menjadi teman
yang sangat akrab dan sudah dianggap menjadi saudara sendiri. Sampai sampai
karena sudah dilanda candu asik ketika latihan, aku sering meninggalkan rumah
tanpa izin dari Ayah atau Ibuku.
Waktu untuk bersama adik-adikku pun
berkurang banyak. Mau tidak mau, hal itu menimbulkan rasa curiga mereka
terhadapku. Sampai suatu ketika aku dipanggil oleh Ayahku ke ruang pertemuan
beliau yang biasa dipergunkan untuk tamu-tamunya.
“
Garaa, akhir-akhir ini kau bersikap tidak biasa. Apakah ada masalah sehingga kau
sering meninggalkan rumah? “ dengan ratapan sedikit serius dan nada yang agak
tinggi, beliau bertanya kepadaku.
“
Sebenarnya tidak ada masalah Ayah. Aku hanya ingin pergi untuk latihan sendiri
dan mengasah kemampuan bertarungku” jawabku santai
“
Apakah hal itu dapat dipercaya Garaa? Jangan sampai ada udang dibalik batu.
Waktumu untuk bersama adik-adikmu pun hampir tidak ada gara-gara hal itu.
Pangkas waktumu berlatih diluar rumah. Atur lagi sebaik mungkin” tutur Ayahku
yang sepertinya sedikit kesal dengan perilakuku.
“
Baik Ayah. Maafkan Garaa”
***
Ketika aku selesai latihan bersama
Senju, aku beristirahat dibawah pohon besar. Lebat daunnya membuat keringatku
tidak tega untuk keluar dari tubuhku. Ditambah angin sepoi-sepoi yang membuat
sejuk suasana. Senju melompat turun dari atas pohon dan membawakanku buah
anggur. Entah dari mana dia mendapatkannya. Yang teperting saat ini adalah
dapat membuat tenggorakan merasakan manis sari kandungan buah itu.
Tiba-tiba ada seorang yang berbadan.
Dengan menghunuskan tepat didepan mukaku yang masih terlihat capek dia berkata,
“
Kamu mata-mata dari klan Araa yang berniat membunuh salah satu dari anggota
kami ini kan? “
“
Hei!!! Jaga omonganmu. Aku bukan orang yang seperti itu. Aku bahkan tidak tahu
kalian dari klan mana“ balasku dengan nada tinggi.
“
Deisuki, hentikan. Dia itu temanku. Kau jangan bermain api dengannya “ Senju
mencoba menghentikan obrolan.
“
Jadi kau ingin menghianati klan Doujuro. Kita tidak bisa memliki hubungan
apapun terhadap klan Araa yang jelas-jelas musuh kita. Bunuh dia sekarang atau
kau dianggap pengkhianat. Perang besar akan terjadi gara-gara hal sepele ini “ gertak
Deisuki mengancam.
“
Aku tidak bisa Deisuki, dia temanku. Dan aku... “
“
Senju, cukup. Lebih baik kau membunuhku dan anggap masalah ini selesai. Aku
tidak ingin kau dibenci oleh keluarga dan klanmu“ kataku dengan sedikit
memohon.
“
Baiklah Garaa, aku tidak tahu setelah ini kita bertemu dengan keadaan yang
seperti kemarin. Mungkin dengan kejadian ini Ayahku menyatakan perang terhadap
klanmu. Sampai bertemu dimedan perang sahabat“ dengan kelihatan terpaksa Senju
pergi dengan orang yang disebutnya dengan Deisuki tadi.
Aku
hanya bisa memandangi jejaknya yang tengah disapu oleh tiap-tiap hembusan angin
yang ditiupkan utusan Tuhan di bumi ini. Perasanku setelah Senju berkata
seperti itu membuat tekad api yang berada dalam diriku tersulut. Aku merasakan
ada sesuatu yang mendorongku untuk melampiaskan nafsu membunuh yang berada
dalam jiwa yang dibungkus badan bangkai ini.
***
Mata
sebelah kananku terasa sembab setelah terkena bagian belakang pegangan pedang
salah satu anggota klan Doujuro. Sampai saat ini hanya mataku yang merasakan
sakit akibat perang ini. Aku memutuskan mundur ke bagian garis belakang pasukan
klan Araa. Aku mencoba berhenti sejenak. Mengistirahatkan jantung yang sedari
tadi aku paksa untuk menyuplai cairan merah ke seluruh tubuhku demi
menghabiskan anggota klan Doujuro di medan perang.
Sejak
perang dimulai aku tidak melihat batang hidung Senju, kawan yang saat ini
menjadi lawan akibat keserakahan keputusan para pemimpin klan. Aku ingin di
ajang pertumpahan darah ini bertemu dengannya dan saling menghunuskan ujung
pedang satu sama lain. Aku ingin perang ini menjadi pertemuan terakhirku
dengannya. Aku menganggap persahabatan yang telah dibangun sebelumnya ini akan
berakhir indah jika kita berdua bisa mati bersama. Inilah saat yang tepat untuk
mewujudkan anggapan tersebut.
Aku
mulai bangkit kembali dan menuju garis depan pasukan perang klan Araa. Dengan
motivasi itu, aku mencoba mencari Senju di tengah-tengah perang. Tanganku tidak
berhenti memainkan pedang samurai yang menari-nari dihadapan tubuh
lawan-lawanku. Darah hangat yang keluar dari tiap-tiap anggota tubuh mereka
menjadi bukti bahwa dunia ini dipenuhi dengan rasa ketidak puasan terhadap
sesuatu hal. Terfokus dalam hal yang kualami sekarang adalah sesuatu akan
kekuasaan.
Padang
rumput luas hanya bisa diam dan bersikap acuh ketika melihat sisi tajamnya
samurai mensudahi waktu hidupnya manusia. Akhirnya aku melihat Senju dengan
pakaiannya yang serba merah.
“
Senju !!! Kemari dan lawanlah aku “ Aku berteriak dengan keras
“
Huh, akhirnya kau muncul juga Tsabaku no Garaa. Mari kita akhiri semua
pecundang. Hyaaaaaa! “ balas Senju sembari berlari menuju ke arahku.
Momen seperti inilah yang aku
tunggu. Tidak tahu mengapa, hatiku merasa puas akan hal yang mungkin dianggap
tidak waras bagi orang lain. Samurai yang menjadi aktor sampingan penyalur
kekuatan terkadang memercikan api akibat gesekan hebat kekuatan kami berdua.
Dengan sedikit mengecoh, Senju berhasil melukai tangan kiriku yang saat itu
lengah akan respon menghindar dari sisi tajam samurai.
“
Sudah mulai pusing wahai kawanku? “ kata Senju terhadapku.
“
Lumayan juga bagi seorang yang lemah dari klan Dojuro. Masih ada yang lain? “
sambil memegang tangan kiriku yang bersimpuh darah, aku membalas ejekannya
dengan senyum damai.
“
Heh, mulai berani bocah ingusan ini. Terima ini... “ pedangnya mulai menuju
kearahku.
“
Jangan berharap kita akan bertemu lagi dunia ini Senju. Aaaaa “ Aku letakkan
pedangku dihadapanku untuk mengkis serangannya.
Aku mencoba terus untuk bisa
setidaknya menyayat bagian tubuh yang sama seperti yang dilakukannya terhadap
tangan kiriku. Kuarahkan samuraiku dari bawah perutku keatas menuju kepalanya.
Dengan cepat kawanku itu menghindari seranganku tadi. Namun, sedikit bagian
dada kanan dan pundaknya terkena pucuk besi panjang tipis yang tajam.
***
Perang ini memang tidak kenal yang
namanya waktu. Matahari mulai tergelincir kebawah namun pertumpahan darah ini
belum ada habisnya. Aku dan Senju juga belum bisa mengakhiri adu pikiran dan
kekuatan yang sedari tadi kami keluarkan untuk menghindar dari kekalahan. Aku
masih mempunyai keinginan untuk bisa mewujudkan anggapanku tadi, anggapan indah
ketika bisa menghunuskan dan saling menghilangkan kehidupan diantara kami
berdua.
Senju berhasil memotong dua jari
tangan kananku. Namun dalam posisi ini aku masih tetap diuntungkan dengan
berhasil melukai matanya. Aku sudah capek dengan semua gerak dan tarian samurai
Senju yang mencoba mematikanku. Berbeda dengan kawan baikku, dia terlihat
sangat menikmati pertarungan tunggal ini. Jelas terlihat diantara raut wajah
yang menunjukkan raut tidak lelah dan sumringah. Aku mencoba mencari celah
untuk bisa menancapkan boneka besi tajam tepat ke dadanya.
“ Jrooot “ suara jantung yang robek
akibat terkaman boneka besi tajamku itu. Darah segar mengalir keluar dari
tubuhnya diiringi keringatku. Aku pikir dengan begitu Senju sudah tidak bisa
bergerak, melakukan tarian samurainya lagi. Dugaanku salah kaprah, Dia memegang
tanganku yang masih belum bergerak dari pegangan samurai. Pikiranku mendadak
kosong. Aku jadi bingung apa yang telah Senju lakukan baru saja terhadapku. Tinggal
cahaya laptopku saja yang tersisa di kamarku. Tidak terasa sudah dua jam aku
membuat cerita ini. Jam menunjukkan 22.04 WIB, sudah pantas mataku untuk
beristirahat. Setelah aku menyimpan data ceritaku, aku mematikan laptopku lalu
menuju pulau kapuk dan bersiap meraih mimpi malam ini.
2 komentar:
Baca Cerpen aku http://percix.com/blog/2/sampah-merubah-ira/
Posting Komentar